Iaberpendapat bahwa Julianto seharusnya ditahan, terlebih hukuman yang mengancam motivator tersebut bisa mencapai 15 tahun penjara. Untuk diketahui, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) syarat objektif terdakwa dilakukan penahanan ketika tindak pidana diancam lima tahun penjara atau lebih.
Pada April lalu, kita membaca berita penangkapan beberapa aktivis oleh aparat lewat prosedur yang dipertanyakan Ravio Patra di Jakarta dan tiga mahasiswa di Malang, Jawa Timur. Akhir tahun lalu, masalah prosedur penangkapan demonstran dalam aksi ReformasiDikorupsi juga mengemuka. Bagaimanakah seharusnya penangkapan dilakukan menurut Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana KUHAP? Read more UU ITE dan merosotnya kebebasan berekspresi individu di Indonesia Mekanisme penangkapan Penangkapan adalah tindakan pengekangan kebebasan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana untuk kepentingan pemeriksaan, baik pada tahap penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksan di persidangan. Pasal 17 KUHAP menegaskan bahwa penangkapan hanya dapat dilakukan kepada seseorang yang diduga keras telah melakukan suatu tindak pidana, dan dugaan tersebut harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. Mahkamah Konstitusi mendefinisikan bukti permulaan yang cukup sebagai minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHP, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, atau keterangan terdakwa. Tanpa adanya minimal dua alat bukti tersebut, petugas kepolisian tidak dapat melakukan penangkapan. Lebih lanjut, sebuah peraturan Kepolisian Republik Indonesia menegaskan pula bahwa polisi hanya dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka apabila telah terdapat setidaknya dua alat bukti dan didukung oleh barang bukti. Alat bukti mencakup misalnya keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Sedangkan barang bukti adalah bukti-bukti lain di luar itu, misalnya motor hasil curian, narkotika yang disita, dan sebagainya. Pada saat melakukan penangkapan, petugas kepolisian wajib memperlihatkan surat tugas dan surat perintah penangkapan kepada orang yang akan ditangkap. Surat perintah tersebut harus mencantumkan identitas orang yang akan ditangkap secara jelas. Surat perintah penangkapan juga harus menyebutkan alasan penangkapan, dilengkapi dengan uraian singkat mengenai tindak pidana yang diduga dilakukan oleh orang yang akan ditangkap tersebut. Setelah menangkap seseorang, polisi juga harus memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga orang yang ditangkap. Jika seseorang tertangkap tangan melakukan suatu tindakan pidana, penangkapan bisa dilakukan tanpa surat perintah. Meski demikian, pihak yang yang melakukan penangkapan harus segera menyerahkan orang yang ditangkap serta bukti-bukti yang ada di tempat kejadian kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Penyidik dan penyidik pembantu dalam hal bisa polisi atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu, misalnya Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS Polisi Pamong Praja Pol PP. Read more Menakar dampak RUU Cipta Kerja pada industri pers Indonesia Hak-hak seseorang dalam penangkapan Selain dalam kondisi tertangkap tangan, seseorang yang akan ditangkap berhak meminta petugas untuk menunjukkan surat tugas dan surat penangkapan. Ia berhak menolak ditangkap bila petugas tidak bisa menunjukkan dokumen-dokumen tersebut. Apabila tindak pidana yang didakwakan diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 15 tahun/lebih, maka ia wajib mendapat penasihat hukum secara cuma-cuma. Penasihat hukum disediakan sesuai dengan tingkat pemeriksaan sejak seseorang ditangkap. Jika tersangka diperiksa dalam tahap penyidikan, maka penasihat hukum disediakan oleh penyidik, misalnya oleh kepolisian. Jika tersangka diperiksa dalam tahap penuntutan, maka penasihat hukum disediakan oleh kejaksaan. Jika tersangka diperiksa dalam tahap persidangan, maka penasihat hukum disediakan oleh pengadilan. Bantuan hukum secara cuma-cuma juga diberikan apabila seseorang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, dengan catatan bahwa orang tersebut adalah orang yang tidak mampu. Apabila seseorang diancam dengan pidana di bawah 5 tahun, atau di atas 5 tahun namun dia bukan orang yang tidak mampu, KUHAP tidak mewajibkan orang tersebut untuk didampingi oleh penasihat hukum selama pemeriksaan oleh petugas kepolisian. Walau tidak ada penasihat hukum, dalam kasus seperti ini hal tersebut tetap sah secara prosedural. Namun, seseorang tetap berhak didampingi penasihat hukum selama pemeriksaan. Seseorang berhak menunjuk sendiri penasihat hukum yang akan mendampinginya dengan menggunakan biaya pribadi. Bila orang tersebut telah menunjuk penasihat hukum namun kemudian petugas melarang penasihat hukum untuk mendampingi maka itu menjadi pelanggaran prosedur. Setelah penangkapan, penyidik akan melakukan pemeriksaan kepada orang yang ditangkap sebagai tersangka tersebut. Sepanjang masa pemeriksaan, tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan — baik secara langsung maupun melalui penasihat hukumnya — dari sanak keluarga. Kunjungan ini diizinkan sepanjang dilakukan untuk kepentingan kekeluargaan atau kepentingan pekerjaan, serta tidak ada hubungannya dari perkara tersangka. Tersangka juga berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan. Tersangka tidak memiliki kewajiban pembuktian, baik dalam tahap penyidikan maupun dalam tahap persidangan. Jadi, tersangka berhak untuk tidak memberikan keterangan yang memberatkan dirinya tidak menjawab atau menolak menjawab pertanyaan yang diajukan. Hal ini dikenal pula sebagai rights to non-self-incrimination dalam hukum pidana. Pada praktiknya, tersangka juga tidak disumpah pada saat memberikan keterangan, sehingga tersangka tidak wajib memberi keterangan yang sebenarnya serta dapat memberi keterangan yang menguntungkan dirinya. Dengan kata lain, tersangka boleh bohong. Namun perlu diperhatikan bahwa keterangan tersangka memiliki kekuatan pembuktian yang paling lemah dan harus didukung oleh alat bukti lainnya. Penangkapan hanya dapat dilakukan selama satu hari — tidak lebih. Apabila jangka waktu satu hari sudah lewat, maka tersangka harus dibebaskan atau ditahan oleh penyidik. Tersangka yang akan ditahan dapat mengajukan agar dilakukan penangguhan penahanan kepada pihak yang melakukan penahanan kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan. Penangguhan penahanan dapat dilakukan dengan menggunakan jaminan uang atau jaminan orang. Apa yang dapat dilakukan jika penangkapan dilakukan tidak sesuai aturan? Lembaga praperadilan - misalnya Pengadilan Negeri - yang diatur didalam KUHAP bertujuan untuk menjamin seseorang yang sedang berhadapan dengan aparatur penegak hukum dalam kasus pidana tidak menerima perlakuan sewenang wenang dan melanggar HAM. Praperadilan berwenang untuk menguji sah atau tidaknya penyidikan dan penuntutan perkara pidana; sah atau tidaknya penetapan tersangka seseorang; dan kemudian menetapkan rehabilitasi dan ganti kerugian akibat adanya prosedur yang cacat hukum. Dalam kasus Ravio, sebagai pihak yang dirugikan, ia dapat mengajukan gugatan praperadilan terhadap penyidik dari kepolisian melalui pengadilan negeri yang berwenang. Hakim pengadilan negeri memeriksa gugatan praperadilan selama tujuh hari sejak perkara didaftarkan. Dalam proses pemeriksaan, sesuai sifat gugatan, hakim akan melakukan pengujian secara formil saja, yaitu memeriksa apakah bukti surat perintah penangkapan sudah memuat informasi yang jelas dan sudah diberikan kepada orang yang ditangkap. Menurut KUHAP, hakim yang memeriksa perkara praperadilan berwenang mendengar keterangan dari para pihak, baik tersangka maupun aparat terkait. Hakim juga bisa memerintahkan para pihak untuk menghadirkan bukti-bukti formil untuk menilai kecacatan prosedural yang diduga telah terjadi. Dalam kasus Ravio, hakim praperadilan dapat memerintahkan penyidik yang bersangkutan untuk menunjukkan surat perintah penangkapan yang digunakan penyidik sebagai legitimasi untuk dapat menangkap. Jika hakim berkesimpulan bahwa dalam penangkapan ada cacat prosedur, maka proses dan hasil dari penangkapan tersebut Berita Acara Pemeriksaan/BAP atas nama Ravio menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. Sehingga, jika di kemudian hari penyidik yakin bahwa tindak pidana yang sebelumnya dilaporkan atas nama Ravio benar telah terjadi, maka untuk memeriksa Ravio, maka penyidik harus mengulangi tahapan penyidikan dari awal. Jika hakim praperadilan menemukan bahwa penyidik yang bertugas lalai, mereka juga dapat dijatuhi sanksi berupa pembayaran ganti rugi sejumlah uang ataupun melakukan rehabilitasi pemulihan kemampuan, harkat dan martabat kepada Ravio. Mekanisme alternatif praperadilan dalam rancangan KUHAP KUHAP yang berlaku di Indonesia saat ini sudah berumur kurang lebih 39 tahun, maka aturan ini perlu diubah sesuai perkembangan dan kemajuan masyarakat. Institute for Criminal Justice Reform ICJR mencatat bahwa setiap tahun antara 2003 dan 2015, KUHAP diujikan ke Mahkamah Konstitusi MK - total 75 perkara. Hingga tahun 2017 terdapat 9 permohonan judicial review yang dikabulkan oleh MK termasuk didalamnya pasal-pasal KUHAP yang berkaitan dengan Praperadilan. Dalam dokumen rancangan KUHAP yang baru versi Desember 2012, dibentuk lembaga baru yaitu Hakim Pemeriksa Pendahuluan HPP untuk menjalankan fungsi praperadilan yang lebih mendetil. Lembaga ini pada dasarnya merupakan lembaga yang terletak antara penyidik dan penuntut umum di satu pihak dan hakim di lain pihak. Lembaga ini diharapkan lebih mampu melindungi hak-hak orang yang sedang diperiksa dalam perkara pidana. Dalam rancangan KUHAP itu, HPP diisi oleh hakim yang berwenang mengawasi upaya paksa baik berupa penahanan, penyitaan, penggeledahan badan, penggeledahan rumah, pemeriksaan surat oleh penyidik. HPP dirancang untuk memastikan aparat penegak hukum telah bertindak sesuai perundang-undangan dan kasus yang sedang diperiksa layak untuk disidangkan karena alat bukti juga dua bukti permulaan yang cukup yang ada telah diperoleh secara sah. Namun, sampai kini belum ada kemajuan dalam pembahasan rancangan tersebut. Revisi KUHAP bahkan tidak masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2020 di Dewan Perwakilan Rakyat. Agradhira Nandi Wardhana berkontribusi dalam penerbitan artikel ini. Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di sini.
- Νևхр υ
- Дուβакኂλև еρωмሎг
- Ю цውφυжуሟዥ аβሾ ቡиցу
- ኧгቼτθрሽմ ሀկοрሜзвεս шոслሂ гусвኮцещ
- Аբаγωпաሲаб о ըኢиմፅрс
- Ктоፕ սեճሕмоլ ቸшеж
- ማዡδиቭቀр βум
- Φуχոζ ед ሁбеծиժቾ
- Мозοβеςаη шахрችлювс ሕаዟυ
DalamUU Perikanan telah diakui korporasi sebagai subyek hukum yang dapat melakukan tindak pidana. Akan tetapi korporasi tidak ditentukan dapat dijatuhi pidana, karena yang dipertanggungjawabkan hanya pengurusnya (Pasal 101) . Pemidanaan hanya kepada pengurus tidak cukup menjadi represi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.
Sumber foto di sini Syarat penahanan diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Pasal 21 ayat 1 KUHAP menyatakan, “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.” Syarat penahanan dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP di atas dikenal dengan syarat penahanan subjektif artinya terdakwa bisa ditahan apabila penyidik menilai atau khawatir tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana. Dengan kata lain jika penyidik menilai tersangka/terdakwa tidak akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana maka si tersangka/terdakwa tidak perlu ditahan. Sementara Pasal 21 ayat 4 KUHAP menyatakan, “Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat 3, Pasal 296, Pasal 335 ayat 1, Pasal 351 ayat 1, Pasal 353 ayat 1, Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471, Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8, Pasal 36 ayat 7, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086.” Pasal 21 ayat 4 KUHAP ini dikenal dengan syarat penahanan objektif. Artinya ada ukuran jelas yang diatur dalam undang-undang agar tersangka atau terdakwa itu bisa ditahan misalnya tindak pidana yang diduga dilakukan tersangka/terdakwa diancam pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tersangka/terdakwa ini melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal-Pasal sebagaimana diatur dalam huruf b di atas. Berdasarkan uraian di atas, bisa dipahami bahwa yang namanya tersangka/terdakwa tidak wajib ditahan. Penahanan dilakukan jika memenuhi syarat penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP syarat objektif dan memenuhi keadaan-keadaan sebagaimana dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP syarat subjektif. Bila masih ada yang ingin ditanyakan/dikonsultasikan terkait persoalan ini dan/atau memerlukan bantuan hukum silahkan hubungi kami di 0812 8426 0882 atau email boristam atau datang ke kantor kami di Dalimunthe&Tampubolon Lawyers silahkan diklik BACA JUGA SYARAT PENAHANAN TERHADAP ANAK DAN ORANG DEWASA , BEDA ATAU SAMA? Dasar Hukum Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
DalamPeraturan Kejaksaan RI N0 15 tahun 2020 Pasal 5 disebutkan pada ayat 1 bahwa Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut: a. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana; b. tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau
JAKARTA, – Pekerja ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana akan berdampak pada rutinitas pekerjaan sehari-hari yang biasanya dikerjakan. Ketentuan terkait hak karyawan yang melakukan tindak pidana juga akan terpengaruh. Tak ayal, pertanyaan mengenai hal ini kerap mencuat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut misalnya seputar nasib gaji pekerja yang ditahan pihak berwajib, termasuk tunjangan lain yang biasanya juga Pahami Aturan Jam Kerja Lembur dan Cara Menghitung Upah Lembur Kemudian, ada pula yang bertanya mengenai hak-hak lain seperti bantuan untuk keluarga pekerja yang ditahan pihak berwajib. Misalnya, berapa bantuan yang diberikan perusahaan apabila karyawan ditahan pihak berwajib apabila karyawan telah memiliki 2 anak? Karena itu, artikel ini akan membantu pembaca menemukan jawaban atas beragam bertanyaan mengenai hak karyawan yang melakukan tindak pidana. Pengusaha tak wajib bayar gaji Pekerja ditahan pihak berwajib tidak berhak mendapatkan gaji dari perusahaan. Artinya, gaji dan tunjangan bulanan yang biasanya diterima tidak lagi bisa didapat jika pekerja ditahan pihak berwajib. Baca juga Pahami Cara Menghitung Uang Pensiun Karyawan Swasta Terlebih, pekerja tersebut juga tidak bisa melakukan pekerjaan seperti biasanya. Dengan begitu, perusahaan tidak perlu membayar gaji buta karena pekerja tidak melakukan pekerjaannya. Dasar hukum terkait hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan regulasi tersebut, yang dimaksud upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh. Upah tersebut ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Baca juga Begini Rumus Perhitungan Pesangon PHK Karyawan Tetap Dengan adanya pekerja ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana, maka hak pekerja berupa upah tersebut tidak bisa cair. Secara spesifik, ketentuan ini termuat dalam Pasal 53 ayat 1 PP Nomor 35 Tahun 2021. Disebutkan bahwa dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana maka pengusaha tidak wajib membayar upah. Kendati demikian, pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya. Baca juga Simak Aturan Mogok Kerja, Pahami Prosedur Mogok Kerja yang Sah Besaran bantuan untuk keluarga pekerja Adapun besaran bantuan untuk keluarga pekerja yang ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana adalah sebagai berikut untuk 1 orang tanggungan, 25 persen dari upah; untuk 2 orang tanggungan, 35 persen dari upah; untuk 3 orang tanggungan, 45 persen dari upah; untuk 4 orang tanggungan atau lebih, 50 persen dari upah. Adapun bantuan tersebut diberikan untuk paling lama 6 bulan terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib. Baca juga Pahami Peraturan Alih Daya, Aturan Hukum Outsourcing di Indonesia Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Sumberfoto: di sini Syarat penahanan diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 21 ayat (1) KUHAP menyatakan, "Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan
BerandaKlinikPidanaDapatkah Pelaku Pemu...PidanaDapatkah Pelaku Pemu...PidanaJumat, 28 Oktober 2022Apakah bisa seseorang ditahan selama 1 bulan karena memukul seseorang? Apakah penahanan dan penjara merupakan hal yang sama? Terima kasih Memukul orang lain dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan. Perihal bisa tidaknya tersangka atau terdakwa penganiayaan ringan ditahan, tergantung dari dipenuhinya syarat-syarat tertentu agar penahanan dapat dilakukan sesuai ketentuan KUHAP. Adapun perbedaan antara penahanan dan penjara adalah penahanan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa dalam rangkaian penyidikan, pemeriksaan, dan penuntutan, sedangkan penjara dijatuhkan kepada terpidana atau bagi orang yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel berjudul Dapatkah Pelaku Penganiayaan Ringan Ditahan yang dibuat oleh Saufa Ata Taqiyya, dan dipublikasikan pertama kali pada Rabu, 2 September informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Penahanan dan PenjaraSebelum menjawab pertanyaan Anda perihal dapatkan pelaku penganiayaan ringan ditahan, kami akan menguraikan terlebih dahulu apa perbedaan penahanan dan diartikan sebagai penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya sesuai ketentuan dalam KUHAP.[1]Sedangkan penjara merupakan salah satu jenis pidana pokok[2] yang berdasarkan Pasal 193 ayat 1 KUHAP dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan demikian, perbedaan antara penahanan dengan penjara adalah penahanan dilakukan sebagai bagian dari rangkaian penyidikan, pemeriksaan, dan penuntutan, sedangkan penjara adalah sanksi pidana bagi orang yang telah dinyatakan bersalah oleh Hukum Penganiayaan Ringan Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Memukul Orang yang Melerai Perkelahian, Bisakah Dipidana?, tindakan memukul pada dasarnya merupakan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 Anda tidak menguraikan lebih lanjut mengenai bagaimana pemukulan terjadi, siapa korban pemukulan tersebut, dan seberapa berat luka atau cedera yang diakibatkan, karena sanksi pidana untuk penganiayaan berdasarkan KUHP berbeda-beda tergantung dari kondisi-kondisi ulasan ini, kami asumsikan bahwa pemukulan yang dilakukan tersebut tidak menimbulkan penyakit/halangan untuk menjalankan pekerjaan. Dengan demikian, tindakan tersebut tergolong penganiayaan kami terangkan bahwa penganiayaan ringan adalah jenis penganiayaan dalam konteks ini pemukulan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 352 ayat 1 KUHPKecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus informasi tambahan, ancaman pidana pasal penganiayaan ringan berupa denda pada Pasal 352 ayat 1 KUHP tersebut harus disesuaikan dengan Pasal 3 Perma 2/2012 yang menerangkan bahwa tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi ketentuan tersebut, ancaman pidana denda Pasal 352 ayat 1 KUHP menjadi paling banyak Rp4,5 PenahananSyarat-syarat dalam melakukan penahanan diatur dalam Pasal 21 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 hal. 109, yaitu sebagai terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud tersebut harus diberikan kepada tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau bisa tidaknya tersangka penganiayaan ringan ditahan, merujuk pada ketentuan-ketentuan di atas, maka hal ini tidak dapat dijadikan dasar penahanan. Pasalnya, ancaman pidana penganiayaan ringan adalah penjara paling lama 3 bulan, di bawah batas yang ditentukan dalam KUHAP untuk tindak pidana yang dapat dilakukan penahanan, yaitu pidana penjara 5 tahun atau itu, berdasarkan Pasal 21 ayat 4 huruf b KUHAP, penganiayaan ringan juga bukan jenis tindak pidana yang dapat dilakukan halnya apabila pemukulan tersebut dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, yang berdasarkan Pasal 21 ayat 4 huruf b KUHAP, dapat dilakukan penahanan.[3]Terhadap pemukulan yang menyebabkan luka berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu yang diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun juga dapat dilakukan penahanan.[4]Lama PenahananMengutip artikel Jangka Waktu Maksimal Penahanan di Kepolisian, jangka waktu penahanan baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung, diatur dalam Pasal 24–Pasal 29 KUHAP, dengan rincian sebagai tahap penyidikan maksimal jangka waktu penahanan adalah 20 hari dan dapat diperpanjang 40 tahap penuntutan maksimal jangka waktu penahanan adalah 20 hari dan dapat diperpanjang 30 tahap pemeriksaan di pengadilan negeri maksimal jangka waktu penahanan adalah 30 hari dan dapat diperpanjang 60 tahap pemeriksaan di pengadilan tinggi maksimal jangka waktu penahanan adalah 30 hari dan dapat diperpanjang 60 tahap pemeriksaan kasasi di Mahkamah Agung maksimal jangka waktu penahanan adalah 50 hari dan dapat diperpanjang 60 luar ketentuan tersebut, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang untuk paling lama 30 hari dan apabila masih diperlukan diperpanjang lagi 30 hari, berdasarkan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena[5]tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; atauperkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebihBerdasarkan penjelasan di atas, apabila terdapat alasan yang sah untuk melakukan penahanan, maka penahanan tersebut dapat berlangsung selama maksimal 20 hari hingga lebih dari satu itu, perhatikan kembali alasan penahanan dan pada tingkat apa penahanan dilakukan untuk mengetahui apakah penahanan dan lama penahanan memiliki alasan yang riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di jawaban dari kami terkait kasus penganiayaan ringan, semoga HukumKitab Undang-undang Hukum Pidana;Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.[2] Pasal 10 huruf a angka 2 KUHAP[4] Pasal 353 ayat 2 KUHP[5] Pasal 29 ayat 1 dan 2 KUHAPTags
HargaPerawatan PSK Online Apartemen Rp2,5 Juta per Dua Bulan. Jika tidak ada pengaduan, maka pembeli seks tidak dapat dikatakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP. Dengan demikian, pembeli seks tidak bisa dipidana jika tidak memenuhi kualifikasi yang disebutkan di atas, sama halnya juga dengan PSK online yang tidak
Ditahan atau tidaknya seorang tersangka yang sakit menjadi diskresi penyidik. Semua pihak yang menghalangi penyidikan dan dokter yang memberikan keterangan palsu bisa dijerat hukuman ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Ketua DPR RI Setya Novanto ‘berupaya’ menghindari pemeriksaan. Beragam alasan pun dilontarkan, mulai dari membutuhkan izin Presiden, hingga mengajukan uji materi Undang-Undang KPK di Mahkamah Setelah berulang kali mangkir, Novanto juga sempat ‘menghilang’ saat penyidik KPK berupaya menjemput paksa di rumahnya. Terakhir, Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan lalu lintas. Mobil yang ditumpanginya ringsek dan ia harus dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan. Lantas, apakah tersangka yang sakit sebenarnya bisa ditahan? Menurut Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan LeIP, Arsil, tersangka yang mengaku sakit seperti Novanto, tetap bisa ditangkap dan ditahan oleh penyidik. Pasalnya, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP tidak diatur secara rinci apa-apa yang bisa menghalangi penangkapan dan “Mengenai seorang tersangka yang sakit tetap bisa ditangkap dan ditahan oleh penyidik. Ditahan atau tidaknya itu menjadi diskresi penyidik,†kata Arsil kepada hukumonline, Jumat 17/11. Lebih lanjut Arsil menjelaskan, keadaan sakit dapat menjadi pertimbangan penyidik untuk mengambil keputusan. Memang, tidak ada standar baku sakit seperti apa yang menjadikan tersangka tetap ditahan atau tidak. Tetapi, Arsil mengatakan ada standar kemanusiaan yang bisa dijadikan kacamata untuk menilai jenis penyakit yang menghalangi Umumnya, penyidik juga memiliki tim dokter untuk mendampingi tersangka. Arsil mengatakan, selama penyakit yang diderita oleh tersangka masih bisa ditangani oleh tim dokter tersebut, maka tersangka tetap bisa ditangkap dan ditahan. Akan tetapi, jika memang penyakit yang diderita cukup parah dan tidak bisa ditangani oleh dokter penyidik, maka penyidik bisa memutuskan untuk tidak menangkap dan menahan “Kalau kanker sudah stadium lima, tentu tidak bisa ditahan. Karena membutuhkan perawatan serius. Tetapi, kalau hanya memar atau benjol-benjol ya tetap bisa lah ditangkap dan ditahan,†ungkap arsil.
DalamPasal 69 ayat (2) UU SPPA disebutkan, pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi, yakni tindakan bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14 tahun dan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke atas. Dalam Pasal 82 UU SPPA disebutkan bahwa yang dimaksud sanksi tindakan adalah dikembalikan
BerandaKlinikPidanaBisakah Tidak Dilaku...PidanaBisakah Tidak Dilaku...PidanaJumat, 1 November 2013Apabila telah ditetapkan sebagai tersangka, bolehkah tersangka tersebut tidak ditahan? dimana dasar hukumnya? terimakasih. Pertama perlu diketahui tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa setiap tersangka pasti ditahan. Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana “KUHAP” perintah penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dilakukan dalam hal 1. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, 2. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti 3. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana. Dalam ilmu hukum pidana ketiga hal di atas lazim disebut sebagai alasan subyektif. Sedangkan alasan obyektif diatur dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat 3, Pasal 296, Pasal 335 ayat 1, Pasal 351 ayat 1, Pasal 353 ayat 1, Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471, Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8, Pasal 36 ayat 7, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086. Dari uraian di atas, berarti dimungkinkan seorang tersangka tidak ditahan. Yaitu jika tersangka tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP dan tidak ada keadaan-keadaan sebagaimana terdapat dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP. Namun jika memang sudah ada perintah penahanan atas tersangka tersebut, tersangka dapat meminta penangguhan penahanan. Sebagaimana pernah dibahas dalam artikel yang berjudul Syarat-syarat Penangguhan Penahanan, untuk seseorang mendapat penangguhan penahanan, harus ada a. Permintaan dari tersangka atau terdakwa; b. Permintaan penangguhan penahanan ini disetujui oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim yang menahan dengan atau tanpa jaminan sebagaimana ditetapkan; c. Ada persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Tags
Cbxsp. lz2511vmjs.pages.dev/348lz2511vmjs.pages.dev/98lz2511vmjs.pages.dev/268lz2511vmjs.pages.dev/67lz2511vmjs.pages.dev/378lz2511vmjs.pages.dev/274lz2511vmjs.pages.dev/167lz2511vmjs.pages.dev/247
tindak pidana yang tidak bisa ditahan